Saturday, May 14, 2011

Bola dalam Lubang (perjalanan[2])

 
Pekan ini akhirnya saya memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Bandung. Selain untuk memenuhi beberapa janji, ada kegiatan juga di Bandung yang ingin diikuti. Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya bus Jakarta-Bandung yang lewat Jatibening pun datang juga. Saya segera naik dan berebut dengan penumpang lain. Sejuknya udara dalam bus menjadikan para penumpang nyaman di dalam bus dibandingkan udara Bekasi diluaran pada siang hari yang menyengat. Dua setengah jam sudah berlalu hingga bus sampai di terminal Leuwi panjang. Semua penumpang bersiap turun. Namun diluar hujan begitu derasnya. Mungkin ini salah satu hikmah sebuah ungkapan “sedia payung sebelum hujan”. Beberapa orang tampak senasib dengan saya, merasakan kebingungan yang sama karena tidak membawa payung.
Namun saya begitu yakin dengan adanya pertolongan Allah, dan tidak lama setelah itu, kekhawatiran tersebut hilang setelah pintu bus dibuka. Beberapa anak berebut dengan teman-temannya menawarkan payung kepada para penumpang yang hendak turun. Alhamdulillah…segera saya raih salah satu payung yang disodorkan. Pemiliknya adalah anak usia sekolah dasar. Tak jarang saya lihat di negeri ini pemandangan seperti itu. Anak-anak usia sekolah harus bekerja keras mencari uang untuk memenuhi kebutuhan hidup. Anak pemilik payung itu menyerahkan payungnya, sementara dia rela diguyur derasnya hujan dan mengikuti saya dari belakang. Tak tega rasanya melihat sang pemilik paying itu kehujanan, maka saya ajak anak itu untuk sepayung berdua.
Dalam hidup ini, terkadang untuk mendapatkan sesuatu kita perlu berkorban memberikan apa yang kita miliki seperti kisah anak penjual jasa payung diatas. Ada kisah lain tentang seorang anak kecil yang berusaha mengeluarkan bola pingpong dari sebuah lubang namun tak kunjung mendapatkan hasil. Tiba-tiba ada seorang ibu yang melihatnya kemudian menyarankan untuk mengisi lubang dengan air dan dengan sendirinya lubang tersebut akan memberikan bola tersebut. Begitupun ketika kita mencari solusi untuk sebuah masalah. Tidak selalu dengan upaya untuk mendapatkan sesuatu. Tapi justru dengan memberi, solusi itu bisa didapatkan dengan sendirinya. Mari awali hari dengan semangat memberi!!
Bekasi, April 2010

Hidup dalam Pilihan atau Pilihan dalam Hidup

Hidup adalah pilihan. Itulah ungkapan yang sering kita dapatkan tentang pilihan hidup. Selama masih hidup, kita akan dihadapkan pada pilihan-pilihan. Bahkan seseorang yang berprinsip ‘hidup bagaikan air mengalir, ikuti saja alirannya kemana dia mengalir…’ sudah menetapkan pilihannya untuk ‘hidup bagai air’. Terlebih bagi seseorang yang mempunyai visi/tujuan hidup yang jelas, akan menemui banyak pilihan dalam setiap fase kehidupannya.

Seseorang bisa memilih jalan hidup sesukanya, berbuat sesukanya bahkan mencintai, membenci, dan memberi kepada siapa pun yang dia pilih. Ya. Itu memang pilihan. Namun cukup sampai disanakah kita memandang hidup sebagai pilihan? Sering kita dapatkan pertanyaan-pertanyaan yang menuntut kita untuk menentukkan pilihan seperti “sudah lulus rencananya mau apa?” adalah suatu pilihan bagi kita, apakah melanjutkan S2? Bekerja? Menikah? Mengembangkan bisnis yang sedang dijalankan? Pulang ke kampung halaman? Kursus bahasa? Proyek dengan dosen? Atau pilihan-pilihan lain yang akan diikuti oleh pilihan-pilihan selanjutnya.
Ada pepatah bijak mengatakan : “hidup hanyalah kesempatan membuat pilihan, segalanya bergulir dan bergilir namun sejatinya pilihan yang benarlah yang membawa kemuliaan”. Seorang muslim sudah sepantasnya menetapkan pilihan-pilihan hidupnya atas dasar kebenaran yang sudah Allah tetapkan melalui Al-Qur’an dan dicontohkan oleh Rasulullah SAW  melalui sunnahnya. Apapun pilihan kita, yang terpenting adalah atas dasar apa kita memilihnya dan pilihan tersebut bisa menjadikan kita lebih dekat kepada Allah. Suatu ketika Rasulullah diberi nasihat oleh Jibril yang tentunya nasihat bagi kita juga :
“wahai Muhammad, hiduplah sesukamu, tapi sesungguhnya engkau pasti mati. Berbuatlah sesukamu, tapi sesungguhnya engkau akan dihisab (dibalas) atas perbuatanmu itu dan cintailah siapa saja yang engkau kehendaki tapi sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya. Ketahuilah bahwa kemuliaan seorang muslim itu karena shalat malamnya, dan kebesaran seorang muslim ialah karena zuhud terhadap sesama manusia”
Setiap pilihan memiliki konsekuensi baik cepat atau lambat, di dunia atau kelak di akhirat. Ketika seseorang menjadikan orientasi hidupnya hanya Allah saja maka Allah akan menjamin penghidupannya. Senantiasa kita meminta kepada Allah agar kita selalu dibimbing dalam setiap pilihan. Seperti para salafusshalih yang  mengorientasikan hidupnya hanya pada Allah. Mereka beribadah, berjuang, bekerja, dan beramal untuk meninggikan syari’at-Nya. Mereka memiliki kekuatan untuk menetapkan pilihannya senantiasa dalam rangka mengikuti petunjuk kebenaran.
Semoga kita termasuk orang yang selalu dibimbing Allah dalam setiap pilihan-pilihan hidup kita.
“”Ya Allah, jadikanlah yang terbaik dari usia kami adalah pada akhir usia kami. Ya Allah jadikan yang terbaik dari amal-amal kami adalah penutup amal-amal kami di dunia. Ya Allah jadikanlah yang terbaik dari hari-hari kami di saat kami bertemu dengan-Mu”.

Jatibening, April 2010

Pasrahkan Barang pada Pemiliknya!

Saudaraku, masih ingatkah kita dengan kisah perang Badar yang membawa beribu hikmah? Saat itu, para sahabat lebih senang menghadapi kafilah dagang. Tapi Allah memberi pilihan yang lebih agung dan baik daripada pilihan mereka. Dia memilih pasukan Quraisy untuk mereka hadapi. Ada perbedaan besar antara kedua pilihan itu, sama seperti perbedaan satu bintang dengan bintang lainnya. Apa saja yang ada di kafilah dagang? Yaitu, makanan yang bisa dimakan lalu dibuang di tempat kotor, pakaian yang bisa berubah usang, dan dunia yang fana. Sedang pasukan Quraisy, maka didalamnya terdapat garis demarkasi dimana Allah membedakan antara kebenaran dengan kebatilan. Ada kekalahan bagi syirik dan kemenangan bagi tauhid. Ada pembunuhan gembong-gembong kaum musyrik yang menjadi batu sandungan di depan Islam saat itu. Maha benar Allah yang berfirman :
“Dan ingatlah ketika Allah menjanjikan kepada kalian bahwa salah satu dari dua golongan itu untuk kalian, sedang kalian menginginkan golongan yang tidak punya kekuatan senjata untuk kalian, dan Allah menghendaki membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir” (QS. Al-Anfal : 7)
Dalam keseharian , tidak jarang kita menyesali atas kehendak Allah yang terjadi pada diri kita. Atau mungkin seringkali kita menuntut kepada Sang Pemilik atas apa yang dipinjamkan-Nya kepada kita. Padahal semuanya adalah milik-Nya. Allah berfirman dalam QS. At-taubah: 111
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka, dengan memberi mereka surga”
Jika pembeli telah menerima barang yang dibelinya, maka ia berhak menggunakan barang itu semaunya dan meletakkannya di tempat yang disukainya. Ia sah saja menempatkan barang itu di istana atau di penjara. Bahkan menjadikannya kaya atau miskin. Atau menjadikannya berumur panjang. Dan kita tidak punya pilihan selain menyerahkan barang kepada pemiliknya. Maka apapun yang Allah kehendaki terhadap diri kita, pasrahkan semuanya pada Sang Pemilik, karena Dia yang mengetahui segalanya yang terbaik bagi kita.
Ada sebuah perkataan indah yang disampaikan Ibnu Al-Qoyyim ra.,
“Allah tidak memberi kita sesuatu bukan karena pelit, atau takut asset-Nya berkurang, atau menyembunyikan apa yang menjadi hak kita. Dia sengaja tidak memberi kita sesuatu untuk mengembalikan kita kepada-Nya, memuliakan kita dengan merendahkan diri kepada-Nya, mengayakan kita dengan membuat kita membutuhkan-Nya, memaksa kita duduk bersimpuh di depan-Nya, membuat kita merasakan manisnya merendahkan diri kepada-Nya dan lezatnya butuh kepada-Nya, memakaikan pakaian ubudiyah kepada kita, menempatkan kita dengan membawa kita ke tingkatan kewalian termulia, dan memperlihatkan kepada kita kebijaksanaan-Nya di kekuasaan-Nya, rahmat-Nya di kemuliaan-Nya, dan kebaikan-Nya di kekuatan-Nya. Jika Allah tidak memberi sesuatu, maka itu secara tidak langsung merupakan pemberian. Jika Dia mengisolir hamba-Nya, maka itu mengangkatnya ke posisi terhormat. Jika Dia menghukumnya, maka itu berarti mendidiknya. Jika Dia mengujinya, maka itu nikmat dan bukti cinta. Dan jika Dia membuat kita dikuasai musuh, maka itu berarti Dia menggiring orang kepada kita”


Referensi :
Risalatun ila Kulli man Ya’malu lil Islam karya Dr. Najih Ibrahim

Lembang, 6 April 2011