Saudaraku, masih ingatkah kita dengan kisah perang Badar yang membawa beribu hikmah? Saat itu, para sahabat lebih senang menghadapi kafilah dagang. Tapi Allah memberi pilihan yang lebih agung dan baik daripada pilihan mereka. Dia memilih pasukan Quraisy untuk mereka hadapi. Ada perbedaan besar antara kedua pilihan itu, sama seperti perbedaan satu bintang dengan bintang lainnya. Apa saja yang ada di kafilah dagang? Yaitu, makanan yang bisa dimakan lalu dibuang di tempat kotor, pakaian yang bisa berubah usang, dan dunia yang fana. Sedang pasukan Quraisy, maka didalamnya terdapat garis demarkasi dimana Allah membedakan antara kebenaran dengan kebatilan. Ada kekalahan bagi syirik dan kemenangan bagi tauhid. Ada pembunuhan gembong-gembong kaum musyrik yang menjadi batu sandungan di depan Islam saat itu. Maha benar Allah yang berfirman :
“Dan ingatlah ketika Allah menjanjikan kepada kalian bahwa salah satu dari dua golongan itu untuk kalian, sedang kalian menginginkan golongan yang tidak punya kekuatan senjata untuk kalian, dan Allah menghendaki membenarkan yang benar dengan ayat-ayat-Nya dan memusnahkan orang-orang kafir” (QS. Al-Anfal : 7)
Dalam keseharian , tidak jarang kita menyesali atas kehendak Allah yang terjadi pada diri kita. Atau mungkin seringkali kita menuntut kepada Sang Pemilik atas apa yang dipinjamkan-Nya kepada kita. Padahal semuanya adalah milik-Nya. Allah berfirman dalam QS. At-taubah: 111
“Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin, diri dan harta mereka, dengan memberi mereka surga”
Jika pembeli telah menerima barang yang dibelinya, maka ia berhak menggunakan barang itu semaunya dan meletakkannya di tempat yang disukainya. Ia sah saja menempatkan barang itu di istana atau di penjara. Bahkan menjadikannya kaya atau miskin. Atau menjadikannya berumur panjang. Dan kita tidak punya pilihan selain menyerahkan barang kepada pemiliknya. Maka apapun yang Allah kehendaki terhadap diri kita, pasrahkan semuanya pada Sang Pemilik, karena Dia yang mengetahui segalanya yang terbaik bagi kita.
Ada sebuah perkataan indah yang disampaikan Ibnu Al-Qoyyim ra.,
“Allah tidak memberi kita sesuatu bukan karena pelit, atau takut asset-Nya berkurang, atau menyembunyikan apa yang menjadi hak kita. Dia sengaja tidak memberi kita sesuatu untuk mengembalikan kita kepada-Nya, memuliakan kita dengan merendahkan diri kepada-Nya, mengayakan kita dengan membuat kita membutuhkan-Nya, memaksa kita duduk bersimpuh di depan-Nya, membuat kita merasakan manisnya merendahkan diri kepada-Nya dan lezatnya butuh kepada-Nya, memakaikan pakaian ubudiyah kepada kita, menempatkan kita dengan membawa kita ke tingkatan kewalian termulia, dan memperlihatkan kepada kita kebijaksanaan-Nya di kekuasaan-Nya, rahmat-Nya di kemuliaan-Nya, dan kebaikan-Nya di kekuatan-Nya. Jika Allah tidak memberi sesuatu, maka itu secara tidak langsung merupakan pemberian. Jika Dia mengisolir hamba-Nya, maka itu mengangkatnya ke posisi terhormat. Jika Dia menghukumnya, maka itu berarti mendidiknya. Jika Dia mengujinya, maka itu nikmat dan bukti cinta. Dan jika Dia membuat kita dikuasai musuh, maka itu berarti Dia menggiring orang kepada kita”
Referensi :
Risalatun ila Kulli man Ya’malu lil Islam karya Dr. Najih Ibrahim
Lembang, 6 April 2011
No comments:
Post a Comment